Miftahul Jannah: Maret 2015

Senin, 09 Maret 2015

Peraturan dan Regulasi ITE

Telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Cyberlaw, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Yang kita ketahui di Indonesia terdapat UU ITE, UU No. 11 tahun 2008, terdiri dari XIII bab dan 54 Pasal. Ini adalah undang-undang yang membahas tentang informasi dan transaksi elektronik. Undang-Undang tersebut memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.

Menanggapi keprihatinan konsumen akan perlunya perlindungan information privacynya, ada baiknya dilakukan penelusuran terhadap berbagai inisiatif internasional dalam mengembangkan prinsip-prinsip perlindungan data (data protection). Selama ini terdapat 3 (tiga) instrument internasional utama yang mengatur mengenai prinsip-prinsip perlindungan data, yaitu :

The Council of European Convention for the Protection of Individuals with Regard to the Processing of Personal Data Dalam Konvensi ini dijabarkan prinsip-prinsip bagi data protection yang meliputi :
  1. Data harus diperoleh secara fair dan sah menurut hukum (lawful). 
  2. Data disimpan untuk tujuan tertentu dan sah serta tidak digunakan dengan cara yang tidak sesuai dengan peruntukannya. 
  3. Penggunaan data secara layak, relevan dan tidak berlebihan dalam mencapai tujuan dari penyimpanan data tersebut. 
  4. Pengelolaan data secara akurat dan membuatnya tetap actual. 
  5. Pemeliharaan data dalam suatu format yang memungkinkan identifikasi terhadap data subject untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari yang diperlukan untuk maksud penyimpanan data tersebut. 
Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi 

Di negara kita banyak sekali UU yang kita sendiri  tidak mengetahui persis apa isinya tetapi di sini akan di jelaskan salah satunya yaitu UU NO. 36. Di dalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini ; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.

UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain : 
  1. Telekomunikasi  merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  2. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
  3. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Beberapa hal penting yang menjadi perhatian dalam setiap cyberlaw di negara ASEAN, khususnya yang berhubungan dengan e-commerce antara lain;

1. Perlindungan hukum terhadap konsumen.
  • Indonesia : UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat kontrak. 
  • Malaysia : Communications and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen. Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.
2. Perlindungan terhadap data pribadi serta privasi.
  • Singapura : Sebagai pelopor negara ASEAN yang memberlakukan cyberlaw yang mengatur e-commerce code untuk melindungi data pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet. 
  • Indonesia : Sudah diatur dalam UU ITE.
  • Malaysia & Thailand : Masih berupa rancangan, Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.
3. Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki cyberlaw yang mengatur tentang cybercrime atau kejahatan di internet yaitu Malaysia,Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu.

4. Spam
Spam dapat diartikan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.
  • Singapura : Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007)
  • Malaysia & Thailand : Masih berupa rancangan.
  • Indonesia : UU ITE belum menyinggung masalah spam. Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada.
5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam suatu situs
Lima negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura serta Indonesia telah menetapkan cyberlaw yang mengatur pemuatan materi online yang mengontrol publikasi online berdasarkan norma sosial, politik, moral, dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.

6. Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.

7. Penggunaan Nama Domain
Saat ini ada lima negara yaitu Brunei, Kamboja, Malayasia, Vietnam termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang mengatur penggunaan nama domain. Detail aturan dalam setiap negara berbeda-beda dan hanya Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet under the Top Level ‘kh’ 1999.

8. Electronic Contracting
Saat ini hampir semua negara ASEAN telah memiliki regulasi mengenai Electronic contracting dan tanda tangan elektronik atau electronik signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE. Sementara Laos dan Kamboja masih berupa rancangan. ASEAN sendiri memberi deadline Desember 2009 sebagai batas waktu bagi setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak elektronik dan tanda tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet atau e-commerce di ASEAN.

9. Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
  • Filipina : Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
  • Singapura : Mulai mendirikan ODR facilities.
  • Thailand : Masih dalam bentuk rancangan.
  • Malaysia : Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justice.
  • Indonesia : Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan di internet. Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.
Kesimpulan : 
Seiring dengan pertumbuhan dunia teknologi, terutama yang berhubungan dengan ketersediaan konten informasi, maka pemerintah mau tidak mau juga harus mulai merancang berbagai dasar regulasi dan kebijakan. Sebagai contoh yaitu tentang bagaimana mendidik masyarakat agar selalu membiasakan diri menggunakan konten yang sifatnya edukatif. Atau melindungi setiap individu pengguna media informasi dari hal-hal seperti kejahatan digital, perlindungan privasi, serta hak kebebasan untuk berpendapat.

Pemerintah sendiri telah mengesahkan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2008 yang lalu. Hadirnya Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia (RPM Konten) beberapa waktu yang lalu juga turut mengundang banyak pertanyaan yang justru merugikan banyak pihak. Di balik hal-hal yang sifatnya kontroversial terkait penyusunan suatu regulasi, hendaknya segera ditindaklanjuti dengan para pelakunya. Perlu diingat bahwa suatu saat nanti juga diperlukan pengkajian ulang dan pembaharuan regulasi yang pernah dibuat, karena perkembangan informasi dan telekomunikasi berlangsung begitu cepat dan berubah-ubah sesuai zamannya.

Referensi : 
https://riesdis.wordpress.com/2013/05/09/peraturan-dan-regulasi-uu-tentang-ite-dan-contoh-kasus/
http://isti-115.blogspot.com/2011/03/peraturan-dan-regulasi-it.html